Friday, 25 November 2016
Contoh: (مَنْ بَخِلَ ( نْ – ب ) عَوَا نٌ بَيْنَ ( _ٌ – ب
Contoh:مِنْ تَحْتِهَا ( نْ – ت ) مَاءً ثَجَا جًا ( _ً – ث) اَنْجَيْنَا كُمْ ( نْ – ج )قِنْوَانٌ دَانِيَةٍ ( _ٌ – د) مَنْ ذَالَّذِ يْ ( نْ – ذ) يَوْمَئِذٍ زُرْقًا ( ٍ – ز )اِنَّ اْلاِ نْسَا نَ ( نْ – س ) عَذَا بٌ شَدِ يْدٌ ( _ٌ – ش) قَوْ مًا صَا لِحِيْنَ ( _ً – ص)مُسْفِرَ ةٌ ضَا حِكَةٌ ( _ٌ – ض) وَمَا يَنْطِقُ ( نْ – ط) عَنْ ظُهُوْرِهِمْ ( نْ – ظ)عُمْيٌ فَهُمْ ( _ٌ – ف) رِزْقًا قَا لُوْا ( _ً – ق) مَنْ كَا نَ يَرْجُوْا ( نْ – ك)HUKUM MIM SUKUNHukum Mim sukun dibagi menjadi 3 macam, antara lain:
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM
Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal ini didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Umar bin Khathab radiyallahu anha yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah subahanahu wata`ala berfirman,
Allah subahanahu wata`ala juga berfirman,
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah salallahu `alaihi wasalam berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.
SUMBER, METODE DAN CARA PENGAMBILAN AQIDAH ISLAM
Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan sunnah dengan metode mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut dalam menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau keyakinan.
Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak terjadi perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang (furu’iyyah) saja, bukan dalam masalah-masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini pula keadaan yang terjadi di kalangan para imam madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam Malik (tahun 712-797), Imam Syafi’i (tahun 767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).
Karena itulah, maka mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat, sebagaimana sabda beliau,
- Pengertian Aqidah
Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal ini didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Umar bin Khathab radiyallahu anha yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.
- Kedudukan Aqidah dalam Islam
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah subahanahu wata`ala berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)Allah subahanahu wata`ala juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah salallahu `alaihi wasalam berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.
SUMBER, METODE DAN CARA PENGAMBILAN AQIDAH ISLAM
- Sumber-sumber Aqidah Islam
- Metode Memahami Aqidah Islam dari Sumber-sumbernya Menurut Para Shahabat
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ…
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya…” (H.R. Bukhari dan Muslim)Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan sunnah dengan metode mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut dalam menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau keyakinan.
Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak terjadi perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang (furu’iyyah) saja, bukan dalam masalah-masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini pula keadaan yang terjadi di kalangan para imam madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam Malik (tahun 712-797), Imam Syafi’i (tahun 767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).
Karena itulah, maka mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat, sebagaimana sabda beliau,
قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى
Artinya: “Mereka (golongan yang selamat) adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip seperti halnya saya dan para shahabat saya telah berjalan di atasnya.” (H.R. Tirmidzi)Isim
Deskripsi Salah satu unsur kalimah yang dapat disusun menjadi kalimah adalah kalimah isim (Kata Benda), kalimah isim dalam definisi kalangan ahli nahwu adalah :
هُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى فِى نَفْسِهَا وَلَمْ تَقْتَرِنْ بِزَمَانٍ وَضْعًا
Artinya : Kalimah yang menunjukkan terhadap makna yang terdapat padanya dengan tidak disertai zaman dalam penggunaan maknanya.
Contoh Kalimah isim :
(Nama Orang) اَحْمَد
(Kata ganti ; Saya) انَا
(Buku) كِتَابٌ
(Kata ganti ; Saya) انَا
(Buku) كِتَابٌ
Kalimah isim dalam maknanya tidak disertai dengan zaman, maksudnya kalimah isim tidak diserta kata 'telah', 'sedang', 'akan'. Misal kata كِتَابٌ dalam maknanya tidak bisa telah/sedang/akan buku.
Ciri-ciri Kalimah Isim:
1.Muthlaqul Jar
Maksudnya, menerima i'rob jer. jadi setiap kalimah yang menerima i'rob jer adalah kalimah isim sebab i'rob jer hanya untuk mengi'robi kalimah isim. i'rob jer/khofd pada kalimah isim bisa disebabkan oleh:
a.Harful Jar
خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Lafadz عَلَقٍ adalah kalimah isim yang ditandai dengan masuknya huruf jer مِنْ
Maksudnya, menerima i'rob jer. jadi setiap kalimah yang menerima i'rob jer adalah kalimah isim sebab i'rob jer hanya untuk mengi'robi kalimah isim. i'rob jer/khofd pada kalimah isim bisa disebabkan oleh:
a.Harful Jar
خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Lafadz عَلَقٍ adalah kalimah isim yang ditandai dengan masuknya huruf jer مِنْ
b.Idhofah, yaitu adanya susunan mudhof dan mudhof ilaih, contoh رسول اللهِ
Lafadz اللهِ adalah kalimah isim yang menjadi mudhof ilaih, dan lafadz رسول disebut dengan mudhof. Artinya setiap mudhof ilaih hukumnya adalah jar/ beri'rob jar, dan setiap kalimah jar adalah kalimah isim.
Lafadz اللهِ adalah kalimah isim yang menjadi mudhof ilaih, dan lafadz رسول disebut dengan mudhof. Artinya setiap mudhof ilaih hukumnya adalah jar/ beri'rob jar, dan setiap kalimah jar adalah kalimah isim.
c.Tabi', yaitu karena mengikuti kalimah lain dalam beri'rob jar. baik dengan Na'at, Athof, Taukid atau badal. contoh: بِسْمِ اللهِ الرحمنِ الرحيمِLafadz الرحمنِ الرحيمِ adalah kalimah isim yang dijerkan karena mengikuti i'robnya lafadz اللهِ .
2.Tanwin Khassah
Tanwin adalah Suara Nun Mati (نْ) yang berada pada akhir kalimah isim. Tanwin khasah adalah tanwin yang khusus masuk pada kalimah isim, yaitu pada isim mu'rob (Tanwin Tamkin), isim mabni (Tanwin Tankir), jamak muannats salim (Tanwin Muqobalah), isim mudhof (Tanwin Iwad), contoh :
كِتَابٌ
Jadi setiap kalimah yang ditanwin (baik tanwin dhommah, fathah atau kasroh) adalah kalimah isim.
Tanwin adalah Suara Nun Mati (نْ) yang berada pada akhir kalimah isim. Tanwin khasah adalah tanwin yang khusus masuk pada kalimah isim, yaitu pada isim mu'rob (Tanwin Tamkin), isim mabni (Tanwin Tankir), jamak muannats salim (Tanwin Muqobalah), isim mudhof (Tanwin Iwad), contoh :
كِتَابٌ
Jadi setiap kalimah yang ditanwin (baik tanwin dhommah, fathah atau kasroh) adalah kalimah isim.
3.Alif Lam (ال)
Setiap kalimah yang dimasuki ال di awalnya adalah kalimah isim. Baik ال yang memakrifatkan (menghususkan makna), ال maushulah (isim maushul), atau hanya tambahan (zaidah).
contoh:
الحمد، المحبوب، الذي
setiap kalimah yang dimasuki ال tidak boleh ditanwin, begitu juga sebaliknya.
Setiap kalimah yang dimasuki ال di awalnya adalah kalimah isim. Baik ال yang memakrifatkan (menghususkan makna), ال maushulah (isim maushul), atau hanya tambahan (zaidah).
contoh:
الحمد، المحبوب، الذي
setiap kalimah yang dimasuki ال tidak boleh ditanwin, begitu juga sebaliknya.
4.Nida
Yaitu menjadi Munada (yang dipanggil), dengan huruf-huruf nida, contoh :
يَا زَيْدُ، يَا رَجُلُ (hai laki-laki, hai zaed)
Yaitu menjadi Munada (yang dipanggil), dengan huruf-huruf nida, contoh :
يَا زَيْدُ، يَا رَجُلُ (hai laki-laki, hai zaed)
Pembagian Isim Berdasarkan Jenisnya:
Isim berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua bagian yaitu isim mudzakkar (laki-laki) dan isim muannats (perempuan), masing-masing bagian tersebut ada yang faktanya berjenis kelamin laki-laki (hakiki) dan perempuan (hakiki) dan ada yang hanya lafadznya saja, sedangkan faktanya sama sekali tidak diketahui jenis kelaminnya (benda). Mudzakkar hakiki dan muannats hakiki sangat mudah dibedakan dan tidak memerlukan ciri-ciri khusus, sedangkan yang lafdzi untuk membedakannya diperlukan ciri-ciri serta cakupannya.
Ciri Muannats Lafdzi: diakhiri dengan ta’ marbuthoh (ة)
Contoh : النَّافِذَةُ ، المَدْرَسَةُ
Contoh : النَّافِذَةُ ، المَدْرَسَةُ
Cakupan Muannats Lafdzi meliputi :
•Alat tubuh yang berpasangan
Contoh: عَيْنٌ ، يَدٌّ ، أُذُنٌ ، رِجْلٌ
•Benda yang tidak dapat dihitung
Contoh: سَحَابٌ ، رِيْحٌ ، النَّارُ
•Oleh orang Arab digolongkan muannats (sima’i)
Contoh: النَّفْسُ ، السَّمَاءُ ، سُوْقٌ ، طَرِيْقٌ ، دَارٌ ، قَمَرٌ ، سَمْشٌ ، اَرْضٌ
•Seluruh benda yang jumlahnya lebih dari dua satuan (jamak).
Kaidahnya: كُلُّ جَمْعٍ مُؤَنَّثٌ (setiap jamak adalah muannats)
Contoh: اَبْوَابٌ (pintu-pintu) نَوَافِذُ (jendela-jendela)
•Alat tubuh yang berpasangan
Contoh: عَيْنٌ ، يَدٌّ ، أُذُنٌ ، رِجْلٌ
•Benda yang tidak dapat dihitung
Contoh: سَحَابٌ ، رِيْحٌ ، النَّارُ
•Oleh orang Arab digolongkan muannats (sima’i)
Contoh: النَّفْسُ ، السَّمَاءُ ، سُوْقٌ ، طَرِيْقٌ ، دَارٌ ، قَمَرٌ ، سَمْشٌ ، اَرْضٌ
•Seluruh benda yang jumlahnya lebih dari dua satuan (jamak).
Kaidahnya: كُلُّ جَمْعٍ مُؤَنَّثٌ (setiap jamak adalah muannats)
Contoh: اَبْوَابٌ (pintu-pintu) نَوَافِذُ (jendela-jendela)
*Apabila tidak terdapat ciri muannats dan tidak tercakup dalam isim muannats seperti di atas, maka isim tersebut adalah Mudzakkar.
Pembagian Isim Berdasarkan Jumlah Benda
Berdasarkan jumlah bendanya isim dibagi menjadi tiga, yaitu isim mufrod, isim mutsanna dan isim jamak.
Isim mufrod adalah isim yang jumlah bendanya satu satuan (satu biji, satu helai, satu pohon dan sebagainya), biasanya ditandai dengan dhommah, fathah, kasroh.
Isim mutsanna adalah isim yang jumlah bendanya dua satuan. Tanda khas yang mudah diketahui dari isim ini adalah akhirannya …انِ atau …يْنِ untuk mudzakkar dan تَانِ atau تَيْنِ untuk muannats.
Isim jamak adalah isim yang jumlah bendanya lebih dari dua satuan. Isim jamak ini dibagi tiga bagian, yaitu jamak mudzakkar salim (جَمْعُ الْمُذَكَّرِ السَّلِمِ), jamak muannats salim (جَمْعُ الْمُؤَنَّثِ السَّلِم) dan jamak taksir (جَمْعُ التَّكْسِيْرِ).
1.Isim jamak mudzakkar salim berasal dari isim mudzakkar mufrod dan rangkaian hurufnya tidak ada yang diubah hanya ditambah (ـُوْنَ) atau (ـِيْنَ) di akhirnya.
Contoh : مُسْلِمُوْنَ atau مُسْلِمِيْنَ berasal dari مُسْلِمٌ
Contoh : مُسْلِمُوْنَ atau مُسْلِمِيْنَ berasal dari مُسْلِمٌ
2.Isim jamak muannats salim berasal dari isim muannats mufrod dan rangkaian hurufnya tidak ada yang dirubah hanya ta’ marbuthoh di akhir kata yang menjadi ciri isim muannats dipisahkan dulu dengan menambah alif mati menjadi ـَاتٌ atau ـَاتٍ.
3.Isim jamak taksir dapat berasal dari isim mudzakkar mufrod atau isim muannats mufrodah, akan tetapi rangkaian hurufnya terjadi pemecahan baik ditambah atau dikurangi. Isim ini tidak memiliki aturan dan cirri khas, sehingga harus dihafal.
Contoh :
اَبْوَابٌ berasal dari بَابٌ
نَافِذَةٌ berasal dari نَوَافِذُ
Contoh :
اَبْوَابٌ berasal dari بَابٌ
نَافِذَةٌ berasal dari نَوَافِذُ
Berdasarkan Terdefinisi (Khusus) atau Tidak Terdefinisi (Umum)
Berdasarkan umum dan khususnya isim dibagi menjadi dua, yaitu isim nakiroh (umum) dan isim ma’rifat (khusus).
1.Isim nakiroh ditandai dengan adanya tanwin ( ـًـ ، ــٍ ، ــٌ )
Contoh : هُدٌى ، كِتَابٌ
1.Isim nakiroh ditandai dengan adanya tanwin ( ـًـ ، ــٍ ، ــٌ )
Contoh : هُدٌى ، كِتَابٌ
2.Isim ma’rifat mencakup tujuh jenis, yaitu :
a.Isim yang diawali dengan Al (لا)
Contoh : الهُدَى ، الكِتَابُ
b.Isim dhomir (kata ganti)
c.Isim isyaroh (kata tunjuk)
d.Isim maushul (kata sambung)
e.Isim alam (nama)
f.Isim munada (yang dipanggil)
g.Isim idhofat (yang disandarkan)
a.Isim yang diawali dengan Al (لا)
Contoh : الهُدَى ، الكِتَابُ
b.Isim dhomir (kata ganti)
c.Isim isyaroh (kata tunjuk)
d.Isim maushul (kata sambung)
e.Isim alam (nama)
f.Isim munada (yang dipanggil)
g.Isim idhofat (yang disandarkan)
a.Isim Dhomir
Kata ganti ini digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk menggantikan isim tertentu.
Berdasarkan penampakkannya dalam tulisan, isim dhomir dibagi dua, yaitu isim dhomir bariz (tampak dalam tulisan) dan isim dhomir mustatir (tidak tampak dalam tulisan).
Isim dhomir bariz dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu isim dhomir bariz muttashil (tersambung dengan kata lain) seperti : لَ + كُمْ = لَكُمْ dan isim dhomir bariz munfashil (berdiri sendiri) seperti : اَنْتَ ، هُوَ
Kata ganti ini digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk menggantikan isim tertentu.
Berdasarkan penampakkannya dalam tulisan, isim dhomir dibagi dua, yaitu isim dhomir bariz (tampak dalam tulisan) dan isim dhomir mustatir (tidak tampak dalam tulisan).
Isim dhomir bariz dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu isim dhomir bariz muttashil (tersambung dengan kata lain) seperti : لَ + كُمْ = لَكُمْ dan isim dhomir bariz munfashil (berdiri sendiri) seperti : اَنْتَ ، هُوَ
b.Isim isyaroh
Kata tunjuk digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk menunjuk isim-isim tertentu.
Kata tunjuk ini berbeda sesuai dengan Ietak isim yang ditunjuk serta jenis dan jumlahnya. Perbedaan kata tunjuk ini antara isim dekat (qorib) dengan jauh (ba’id) yaitu ha tanbih ( هَـ ) di awal untuk qorib dan adanya dhomir mukhotob di akhir untuk isim ba’id ( كُمَا ، كَ atau كُمْ ). Selain isim isyaroh ada yang dikaitkan dengan letak, jenis dan jumlahnya, ada juga isim isyaroh yang dikaitkan dengan letaknya saja.
Seperti : هُنَا ، هُنَاكَ ، هُنَالِكَ
Kata tunjuk digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk menunjuk isim-isim tertentu.
Kata tunjuk ini berbeda sesuai dengan Ietak isim yang ditunjuk serta jenis dan jumlahnya. Perbedaan kata tunjuk ini antara isim dekat (qorib) dengan jauh (ba’id) yaitu ha tanbih ( هَـ ) di awal untuk qorib dan adanya dhomir mukhotob di akhir untuk isim ba’id ( كُمَا ، كَ atau كُمْ ). Selain isim isyaroh ada yang dikaitkan dengan letak, jenis dan jumlahnya, ada juga isim isyaroh yang dikaitkan dengan letaknya saja.
Seperti : هُنَا ، هُنَاكَ ، هُنَالِكَ
c.Isim Maushul ( اِسْمُ الْمَوْصُوْلِ )
Isim maushul ini digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk mengkhususkan suatu isim tertentu dengan kalimat yang ada sesudahnya.
Selain isim maushul yang digunakan untuk menghubungkan isim berdasarkan jenis dan jumlahnya, ada pula isim maushul yang sifatnya umum (tidak dilihat mudzakkar atau muannats-nya) yang digunakan untuk yang berakal atau yang tidak. Yaitu مَا (apa-apa, apa saja) digunakan untuk isim yang tidak berakal (اِسْمُ المَوْصُوْلِ لِغَيْرِ اِلْعَاقِلِ ) dan مَنْ (siapa saja/barang siapa) digunakan untuk isim yang berakal ( اِسْمُ المَوْصُوْلِ لِلْعَاقِلِ ).
Isim maushul ini digolongkan ke dalam isim ma’rifat karena fungsinya untuk mengkhususkan suatu isim tertentu dengan kalimat yang ada sesudahnya.
Selain isim maushul yang digunakan untuk menghubungkan isim berdasarkan jenis dan jumlahnya, ada pula isim maushul yang sifatnya umum (tidak dilihat mudzakkar atau muannats-nya) yang digunakan untuk yang berakal atau yang tidak. Yaitu مَا (apa-apa, apa saja) digunakan untuk isim yang tidak berakal (اِسْمُ المَوْصُوْلِ لِغَيْرِ اِلْعَاقِلِ ) dan مَنْ (siapa saja/barang siapa) digunakan untuk isim yang berakal ( اِسْمُ المَوْصُوْلِ لِلْعَاقِلِ ).
d.Isim Alam ( اِسْمُ الْعَلَمِ )Isim alam adalah isim yang digunakan untuk nama tertentu tanpa membutuhkan penjelasan. Isim ini ma’rifat karena setiap nama menunjukkan isim tertentu. Pada bagian ini akan dikhususkan pada kata yang digunakan untuk nama manusia. yang dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :•Isim khos (nama asli)Contoh : عَائِشَةُ ، عُمَرُ•Kunyah ( كُنْيَةٌ ) : julukanAdalah nama yang diawali dengan kata : اِبْنٌ ، اُمٌّ ، اَبٌ dan بِنْتٌContoh : اُمُّ الْمؤمنين ، اِبْنُ الْخَطَّابِ ، اَبُوْ حَفْصٍ dan lain-lain.•Laqob ( لَقَبٌ ) : gelarDiberikan khusus kepada orang-orang yang mempunyai kelebihan dalam suatu perkara.Contoh : الصِّدِّيْقُ ، الرَّشِيْدُ ، الفَارُوْقُ dan lain-lain.
e.Isim Munada ( اِسْمُ الْمُنَادَى )Adalah isim yang berada setelah huruf nida. Isim ini menjadi ma’rifat karena setiap objek yang diseru. pasti telah tertentu dan diketahui oleh si penyeru. Huruf nida terdiri dari huruf nida untuk dekat, untuk jauh dan untuk dekat dan jauh.Isim munada dibagi lima, yaitu : mufrod alam, nakiroh maqsudah, mudhofan, sibhul mudhof, nakiroh ghoiru maqsudah dan khusus lafdzul jalalah. Pada bagian ini hanya dibahas tiga jenis isim munada yang banyak dijumpai dalam Al-Qur’an atau bacaan sehari-hari, yaitu isim munada mufrod (satu kata), munada mudhofan dan isim munada khusus lafdzul jalalah.•Isim munada mufrodYaitu isim munada yang terdiri dari satu kata bentuknya nakiroh, akan tetapi tidak boleh pakai tanwin setelah diawali huruf nida. Tanda akhirnya tetap rofa (salah satu tandanya dhommah).Contoh : يَا مُسْلِمُ•Isim munada mudhofanIsim munada yang berbentuk idhofah (disandarkan). Tanda akhir untuk kata yang disandarkan adalah nashob (salah satunya fathah).Contoh : يَا رَسُوْلَ اللهِKadang-kadang huruf nida dapat dibuang jika berbentuk do’aseperti : يَا رَبَّنَا menjadi رَبَّنَا•Isim munada khusus lafdzul jalalah (اَللهُ)Sebenarnya termasuk isim munada mufrod, akan tetapi isim munada ini ada pengkhususan yaitu : bentuknya ma’rifat يَا اَللهُ dan huruf nida bisa diganti dengan huruf mim yang bertasydid ditarik di akhirnya yaitu : اَللّهُمَّCatatan : Apabila isim munada mufrod dalam bentuk ma’rifat baik dengan ” لا ” ataupun isim maushul, maka setelah يا tidak dapat langsung tersambung dengan isim tersebut, tetapi harus diselingi dengan lafadz اَيُّهَا (untuk isim mudzakkar) dan اَيَّتُهَا (untuk isim muannats).Contoh : يَااَيَّتُهَا النَّفْسُ ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ
f.Isim Idhofat (kata yang disandarkan) ( اِسْمُ اْلإِضَافَةِ )Penyandaran (idhofat) ini hanya terjadi antara dua isim (tidak fiil dan tidak juga huruf) Isim yang pertama yang disandarkan disebut mudhof ( مُضَافٌ ) sedangkan isim yang disandari disebut mudhof ilaihi (مُضَافٌ إِلَيْهِ ), yang merupakan isim ma’rifat adalah isim yang menjadi mudhof, sedangkan yang menjadi mudhof ilaihi dapat ma’rifat dapat pula nakiroh tergantung bentuknya. Yang perlu dipahami bahwa mudhof ilaihi itu tidak boleh kata sifat, dan bentuknya tetap majrur (salah satu tandanya kasroh).Sedang ketentuan untuk mudhof adalah :•Tidak boleh ada ” لا “•Tidak boleh tanwin•Apabila isim mutsanna dan jamak mudzakkar salim, nun yang berada di akhirnya dibuang.Contoh : رَسُوْلُ اللهِ = اللهُ + رَسُوْلٌوَالِدَيْهِ = ـهِ + وَالِدَيْنِبَنِيْ اِسْرَائِيْلَ = اِسْرَائِيْلَ + بَنِيْنَ
e.Isim Munada ( اِسْمُ الْمُنَادَى )Adalah isim yang berada setelah huruf nida. Isim ini menjadi ma’rifat karena setiap objek yang diseru. pasti telah tertentu dan diketahui oleh si penyeru. Huruf nida terdiri dari huruf nida untuk dekat, untuk jauh dan untuk dekat dan jauh.Isim munada dibagi lima, yaitu : mufrod alam, nakiroh maqsudah, mudhofan, sibhul mudhof, nakiroh ghoiru maqsudah dan khusus lafdzul jalalah. Pada bagian ini hanya dibahas tiga jenis isim munada yang banyak dijumpai dalam Al-Qur’an atau bacaan sehari-hari, yaitu isim munada mufrod (satu kata), munada mudhofan dan isim munada khusus lafdzul jalalah.•Isim munada mufrodYaitu isim munada yang terdiri dari satu kata bentuknya nakiroh, akan tetapi tidak boleh pakai tanwin setelah diawali huruf nida. Tanda akhirnya tetap rofa (salah satu tandanya dhommah).Contoh : يَا مُسْلِمُ•Isim munada mudhofanIsim munada yang berbentuk idhofah (disandarkan). Tanda akhir untuk kata yang disandarkan adalah nashob (salah satunya fathah).Contoh : يَا رَسُوْلَ اللهِKadang-kadang huruf nida dapat dibuang jika berbentuk do’aseperti : يَا رَبَّنَا menjadi رَبَّنَا•Isim munada khusus lafdzul jalalah (اَللهُ)Sebenarnya termasuk isim munada mufrod, akan tetapi isim munada ini ada pengkhususan yaitu : bentuknya ma’rifat يَا اَللهُ dan huruf nida bisa diganti dengan huruf mim yang bertasydid ditarik di akhirnya yaitu : اَللّهُمَّCatatan : Apabila isim munada mufrod dalam bentuk ma’rifat baik dengan ” لا ” ataupun isim maushul, maka setelah يا tidak dapat langsung tersambung dengan isim tersebut, tetapi harus diselingi dengan lafadz اَيُّهَا (untuk isim mudzakkar) dan اَيَّتُهَا (untuk isim muannats).Contoh : يَااَيَّتُهَا النَّفْسُ ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ
f.Isim Idhofat (kata yang disandarkan) ( اِسْمُ اْلإِضَافَةِ )Penyandaran (idhofat) ini hanya terjadi antara dua isim (tidak fiil dan tidak juga huruf) Isim yang pertama yang disandarkan disebut mudhof ( مُضَافٌ ) sedangkan isim yang disandari disebut mudhof ilaihi (مُضَافٌ إِلَيْهِ ), yang merupakan isim ma’rifat adalah isim yang menjadi mudhof, sedangkan yang menjadi mudhof ilaihi dapat ma’rifat dapat pula nakiroh tergantung bentuknya. Yang perlu dipahami bahwa mudhof ilaihi itu tidak boleh kata sifat, dan bentuknya tetap majrur (salah satu tandanya kasroh).Sedang ketentuan untuk mudhof adalah :•Tidak boleh ada ” لا “•Tidak boleh tanwin•Apabila isim mutsanna dan jamak mudzakkar salim, nun yang berada di akhirnya dibuang.Contoh : رَسُوْلُ اللهِ = اللهُ + رَسُوْلٌوَالِدَيْهِ = ـهِ + وَالِدَيْنِبَنِيْ اِسْرَائِيْلَ = اِسْرَائِيْلَ + بَنِيْنَ
Berdasarkan Huruf Akhir dan Sakal (tanda) Akhirnya
Berdasarkan huruf akhir dan sakal akhirnya isim dibagi 4 jenis, yaitu isim shohih akhir, isim mu’tal akhir, asmaul khomsah dan isim ghoiru munshorif.
1.Isim shohih akhir ini sudah dibahas pada bab-bab sebelumnya, terdiri dari isim mufrod, mutsanna, jamak taksir, jamak mudzakkar salim dan jamak muannats salim.
2.Isim mu’tal akhir artinya isim yang huruf akhirnya berupa huruf illat yaitu alif mati atau ya’ mati ( ىْ atau يْ ). Jika akhirnya alif mati disebut isim maqshur ( الاِسْمُ المَقْصُوْرُ ) seperti : مُوْسَى ، هُدَى , dan jika akhirnya ya’ mati disebut isim manqus ( الاِسْمُ المَنْقُوْصُ ) seperti : الهَادِيْ ، القَاضِيْ
3.Asmaul khomsah (isim yang lima) adalah isim yang jumlahnya lima buah, yaitu : اَبٌ ، اَخٌ ، حَمٌ ، فُ ، ذُ . Kelimanya memiliki kesamaan bentuk yaitu diakhiri dengan wawu jika rofa’ seperti : اَبُوْكَ ، اَخُوْكَ ، حَمُوْكَ ، فُوْكَ ، ذُوْ مَالٍ
Diakhiri dengan alif jika nashob, seperti : اَبَاكَ ، اَخَاكَ ، حَمَاكَ ، فَاكَ ، ذَا مَالٍ
Diakhiri dengan ya’ jika majrur, seperti : اَبِيْكَ ، اَخِيْكَ ، حَمِيْكَ ، فِيْكَ ، ذِيْمَالٍ
Diakhiri dengan alif jika nashob, seperti : اَبَاكَ ، اَخَاكَ ، حَمَاكَ ، فَاكَ ، ذَا مَالٍ
Diakhiri dengan ya’ jika majrur, seperti : اَبِيْكَ ، اَخِيْكَ ، حَمِيْكَ ، فِيْكَ ، ذِيْمَالٍ
4.Isim ghoiru munshorif (isim yang tidak menerima tanwin).
Ada beberapa isim yang tidak ber ” لا ” dan bukan sebagai mudhof, akan tetapi tidak dapat menerima tanwin. Isim semacam ini disebut isim ghoiru munshorif. Yang termasuk isim ghoiru munshorif adalah :
•Sebagian besar nama orang yang bukan bentukan dari kata lain, seperti : فَاطِمَةُ ، عُثْمَانُ ، عُمَرُ dll.
•Shighot muntahal jumuk ( صغة منتهى الجموع ), bentuk jamak yang sama dengan مَفَاعِلُ dan مَفَاعِيْلُ, seperti : مَسَاجِدُ
•Mengandung alif ta’nits mamdudah ( الف التأنيث الممدودة ) seperti : صَحْرَاءُ ، سَوْدَائُ ، حَمْرَاءُ
Ada beberapa isim yang tidak ber ” لا ” dan bukan sebagai mudhof, akan tetapi tidak dapat menerima tanwin. Isim semacam ini disebut isim ghoiru munshorif. Yang termasuk isim ghoiru munshorif adalah :
•Sebagian besar nama orang yang bukan bentukan dari kata lain, seperti : فَاطِمَةُ ، عُثْمَانُ ، عُمَرُ dll.
•Shighot muntahal jumuk ( صغة منتهى الجموع ), bentuk jamak yang sama dengan مَفَاعِلُ dan مَفَاعِيْلُ, seperti : مَسَاجِدُ
•Mengandung alif ta’nits mamdudah ( الف التأنيث الممدودة ) seperti : صَحْرَاءُ ، سَوْدَائُ ، حَمْرَاءُ
Tempat Mustajab Untuk Berdoa Di Tanah Suci Di tanah suci
Tempat Mustajab Untuk Berdoa Di Tanah Suci
Di tanah suci, terdapat beberapa tempat yang memiliki keutamaan untuk melaksanakan ibadah dan mustajab untuk berdoa. Bahkan, karena begitu tingginya keutamaan tesebut, banyak orang yang direkomendasikan untuk berdoa di tempat tersebut dengan harapan doanya bisa dikabulkan.
1. Masjidil Haram Masjidil Haram adalah masjid terbesar di dunia yang mampu menampung hingga 4 juta jamaah. Umat muslim yang berdoa di sana, diyakini bakal dikabulkan dan mendapat pahala berlipat ganda. Dalam Masjidil Haram terdapat banyak tempat-tempat yang utama/yang baik untuk berdoa dan shalat di Masjidil Haram memiliki derajat 100.000 kali lebih utama dibandingkan shalat di tempat yang lainnya.
سِوَاهُ فِيمَا صَلَاةٍ أَلْفِ مِائَةِ مِنْ أَفْضَلُ الْحَرَامِالْمَسْجِدِفِي وَصَلَاةٌ الْحَرَامَ الْمَسْجِدَ إِلَّا سِوَاهُ فِيمَا صَلَاةٍ أَلْفِ مِنْ أَفْضَلُ مَسْجِدِي فِي صَلَاةٌ “Shalat di masjidku (masjid Nabawi) lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram. Shalat di masjid Al Haram lebih baik daripada 100.000 shalat di tempat lain” (HR. Ibnu Majah).
1.1. Multazam Multazam terletak di antara Hajar Aswad dan sebelum Pintu Ka’bah. Multazam memiliki makna “tempat yang amat diperlukan”. Berdasarkan sabda Rasulullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tempat yang paling mustajabah untuk berdoa, berdasarkan hadis berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: “Multazam adalah tempat dikabulkannya doa. Tidak ada satu pun doa seorang hamba di Multazam kecuali akan dikabulkan.” (HR. Ahmad). Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tempat di antara sudut Ka’bah dan maqam Ibrahim adalah Multazam. Setiap orang sakit yang berdoa di sana pasti akan sembuh.” (HR. Ahmad).
1.2. Maqam Ibrahim Maqam Ibrahim memiliki arti batu tempat pijakan yang dipergunakan Nabi Ibrahim as untuk berpijakan ketika membangun Ka’bah. Maqam Ibrahim adalah bangunan kecil setelah pintu kabah yang terletak di sebelah timur. Batu tempat pijakan nabi Ibrahim as merupakan batu berasal dari surga seperti juga hajar aswad. Maqam Ibrahim merupakan bangunan yang kubah emas, perak dan lapisan kaca, sehingga bisa terlihat pada batu itu bekas telapak kaki Nabi Ibrahim. Dengan seizin Allah, bekas pijakan kaki Nabi Ibrahim membekas di atas batu tersebut dan masih tetap ada sampai sekarang. Pada saat jaman nabi, batu maqam Ibrahim menempel dengan dinding Ka’bah, namun pada zaman Umar bin Khatab r.a. dipindahkan ke belakang sehingga orang-orang yang salat di dekatnya tidak terganggu oleh arus orang-orang yang sedang thawaf.
1.3. Hijir Ismail Hijir Ismail adalah daerah dipagari tembok rendah berbentuk setengah lingkaran, inti Hijir Ismail adalah talang emas terdapat di atas kabah. Nabi Ismail as pernah tinggal bersama ibunya, Siti Hajar, dan keduanya pun di makamkan di tempat ini. Pada hijir Ismail terdapat amalan sunah yaitu melakukan shalat sunat, berdoa dan berzikir. Amalan ini tidak ada hubungannya dengan rukun dan wajib haji atau umrah.
1.4. Sudut Yamani Sudut Yamani atau disebut Rukun Yamani merupakan sudut menghadap pintu no 1 kabah. Setiap orang yang thawaf disunnahkan menyalami atau mengusap dengan tangan kanan atau disunnahkan melambaikan tangan kanan ke arah sudut ini sambil mengatakan, “Bismillahi Wallahu Akbar”. Rukun Yamani adalah sudut yang ke empat, bagi yang sedang Thawaf dari sudut ini sampai ke sudut Hajar Aswad disunnahkan membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Rabbanaa Aatina Fiddunyaa Hasanah, Wafil Aakhirati Hasanah, Waqina Adzaaban Naar”. Artinya; ya Allah, berilah aku kehidupan yang baik di dunia, juga kehidupan yang baik di akhirat nanti, dan jauhkanlah aku dari siksa neraka.
Dalam salah satu riwayat, Nabi saw pernah bersabda, “setiap aku melewati Rukun Yamani tampak ada Malaikat yang mengucapkan kalimat aamiin… aamiin…, maka setiap melewatinya bacalah doa; Rabbanaa Aatina Fiddunyaa Hasanah, Wafil Aakhirati Hasanah, Waqina Adzaaban Naar”. Rukun yamani inipun dinyatakan salah satu tempat yang sangat baik untuk berdoa yaitu dengan cara meletakkan tangan kanan lalu minta kepada Allah SWT apa yang dimaksudkan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ada 70 malaikat yang memegang rukun Yamani. Barangsiapa berdoa, “Ya Allah, berilah aku ampunan dan kesehatan di dalam agama, dunia, dan akhirat. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah diri kami dari siksa api neraka’ maka 70 malaikat tersebut akan berkata, ‘Aamiin, kabulkanlah doanya’.” (HR. Ibnu Majah dalam Kitab Al Manasik).
1.5. Antara Shafa dan Marwa Antara bukit Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit yang terletak dekat dengan Ka’bah (Baitullah). Terdapat kisah kasih sayang Siti Hajar sebagai seorang ibu mondar-mandir hingga 7 kali pulang balik antara bukit Shafa dan Marwah itu untuk mencari air. Jarak antara bukit Shafa dan Marwah adalah kurang lebih 450 meter. Kisah ini diabadikan oleh Allah SWT menjadi salah satu dari rukun ibadah haji dan umrah menjadi ibadah sa’I (lari-lari kecil).
Diriwayatkan dari Jabir dari Abdullah bahwa Rasulullah saw pergi menuju Shafa hingga melihat Ka’bah, lalu mengucapkan kalimat tauhid, tahmid, dan takbir sebanyak tiga kali, kemudian berdoa sesuai dengan apa yang beliau kehendaki. (HR. An Nasa’i)
1.6. Telaga Air Zamzam Zam-zam dalam bahasa arab berarti air yang melimpah, sumur di bawah tanah yang terletak ± 20 meter sebelah Tenggara Ka’bah ini mengeluarkan air bersih dan jernih yang tiada henti, dan diamanatkan agar sewaktu meminum air Zam-zam harus niat. Sebelum minum air zam-zam kita menghadap ke Ka’bah bermunajat kepada Allah SWT sebagai berikut :
للّٰهُمَّ إِنِّيْ أْسْأَلُكَ عِلْمً نَافِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَآءً مِنْ كُلِّ دَآءٍ وَسَقَمٍ بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
“Allahumma innii as aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan waasi’an wasyifaa an min kulli daa in wasaqamin birahmatika yaa arhamarraahimiin.” Artinya : Ya Allah, aku mohon kepadaMu ilmu pengetahuan yang bermanfaat, rizki yang luas dan sembuh dari segala sakit dan penyakit pikun dengan rahmatMu ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (HR. Hakim).
Rasulullah saw bersabda: “Air Zamzam itu diminum mengikut apa yang diniatkan atau dikehendaki.” (Diriwayatkan dari Jabir, lbnu Abbas, lbnu Umar dan Muawiyah). Dalam suatu hadits, dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw bersabda: “Air Zam-zam bagi yang diniatkan ketika meminumnya, jika engkau minum dengan maksud agar sembuh dari penyakitmu maka Allah SWT akan menyembuhkannya. Jika engkau minum dengan maksud agar engkau merasa kenyang, maka Allah SWT akan mengenyangkan engkau. Jika engkau meminumnya agar hilang rasa hausmu maka Allah SWT akan menghilangkan dahagamu itu. (HR. Daruquthni, Ibnu Majah).
2. Masjidil Nabawi Masjid Nabawi merupakan masjid Nabi saw yang terletak di kota Madinah. Sebagaimana Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi memiliki keutamaan yaitu melipatgandakan ganjaran shalat bagi mereka yang shalat di dalamnya.
الْحَرَامَ الْمَسْجِدَ إِلَّا سِوَاهُ فِيمَا صَلَاةٍ أَلْفِ مِنْ أَفْضَلُ هَذَا مَسْجِدِي فِي صَلَاةٌ
"Shalat di masjidku ini (masjid Nabawi) lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram” (HR. Muslim)
Orang yang mengerjakan shalat Arbain di Masjid Nabawi akan dicatat sebagai orang yang bebas dari neraka, siksa, dan kemunafikan (HR. Ahmad dan Ath Thabrani).
Dalam masjid Nabawi terdapat tempat bernama Raudhah atau taman surga. Ar Raudhah adalah ruang di antara Mimbar dan makam Rasulullah saw. Raudhah memiliki arti ‘taman’. Raudhah terletak di Madinah, tepatnya di dalam Masjid Nabawi. Raudhah merupakan sebuah area kecil yang terletak di antara mimbar imam Masjid Nabawi dengan makam Nabi Muhammad saw, Abu Bakar As siddiq, dan Umar bin Khatab. Tentang keutamaan Raudhah tergambar dalam hadits berikut. Rasulullah saw bersabda: “Tempat antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.” (HR.Muslim). Di dalam raudhah, muslim sebaiknya melaksanakan shalat sunnat sejumlah empat 4 rakaat kemudian berdoa. Untuk jemaat laki-laki, raudhah dibuka 24 jam sehingga melaksanakan shalat wajib berjamaah pun dapat dilakukan di sini. Sedangkan untuk jemaat perempuan hanya dibuka pada waktu-waktu tertentu (ba’da shalat subuh-pukul 11.00, ba’da dzuhur-masuk shalat ashar, ba’da isya-pukul 00.00).
1. Masjidil Haram Masjidil Haram adalah masjid terbesar di dunia yang mampu menampung hingga 4 juta jamaah. Umat muslim yang berdoa di sana, diyakini bakal dikabulkan dan mendapat pahala berlipat ganda. Dalam Masjidil Haram terdapat banyak tempat-tempat yang utama/yang baik untuk berdoa dan shalat di Masjidil Haram memiliki derajat 100.000 kali lebih utama dibandingkan shalat di tempat yang lainnya.
سِوَاهُ فِيمَا صَلَاةٍ أَلْفِ مِائَةِ مِنْ أَفْضَلُ الْحَرَامِالْمَسْجِدِفِي وَصَلَاةٌ الْحَرَامَ الْمَسْجِدَ إِلَّا سِوَاهُ فِيمَا صَلَاةٍ أَلْفِ مِنْ أَفْضَلُ مَسْجِدِي فِي صَلَاةٌ “Shalat di masjidku (masjid Nabawi) lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram. Shalat di masjid Al Haram lebih baik daripada 100.000 shalat di tempat lain” (HR. Ibnu Majah).
1.1. Multazam Multazam terletak di antara Hajar Aswad dan sebelum Pintu Ka’bah. Multazam memiliki makna “tempat yang amat diperlukan”. Berdasarkan sabda Rasulullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tempat yang paling mustajabah untuk berdoa, berdasarkan hadis berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: “Multazam adalah tempat dikabulkannya doa. Tidak ada satu pun doa seorang hamba di Multazam kecuali akan dikabulkan.” (HR. Ahmad). Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tempat di antara sudut Ka’bah dan maqam Ibrahim adalah Multazam. Setiap orang sakit yang berdoa di sana pasti akan sembuh.” (HR. Ahmad).
1.2. Maqam Ibrahim Maqam Ibrahim memiliki arti batu tempat pijakan yang dipergunakan Nabi Ibrahim as untuk berpijakan ketika membangun Ka’bah. Maqam Ibrahim adalah bangunan kecil setelah pintu kabah yang terletak di sebelah timur. Batu tempat pijakan nabi Ibrahim as merupakan batu berasal dari surga seperti juga hajar aswad. Maqam Ibrahim merupakan bangunan yang kubah emas, perak dan lapisan kaca, sehingga bisa terlihat pada batu itu bekas telapak kaki Nabi Ibrahim. Dengan seizin Allah, bekas pijakan kaki Nabi Ibrahim membekas di atas batu tersebut dan masih tetap ada sampai sekarang. Pada saat jaman nabi, batu maqam Ibrahim menempel dengan dinding Ka’bah, namun pada zaman Umar bin Khatab r.a. dipindahkan ke belakang sehingga orang-orang yang salat di dekatnya tidak terganggu oleh arus orang-orang yang sedang thawaf.
1.3. Hijir Ismail Hijir Ismail adalah daerah dipagari tembok rendah berbentuk setengah lingkaran, inti Hijir Ismail adalah talang emas terdapat di atas kabah. Nabi Ismail as pernah tinggal bersama ibunya, Siti Hajar, dan keduanya pun di makamkan di tempat ini. Pada hijir Ismail terdapat amalan sunah yaitu melakukan shalat sunat, berdoa dan berzikir. Amalan ini tidak ada hubungannya dengan rukun dan wajib haji atau umrah.
1.4. Sudut Yamani Sudut Yamani atau disebut Rukun Yamani merupakan sudut menghadap pintu no 1 kabah. Setiap orang yang thawaf disunnahkan menyalami atau mengusap dengan tangan kanan atau disunnahkan melambaikan tangan kanan ke arah sudut ini sambil mengatakan, “Bismillahi Wallahu Akbar”. Rukun Yamani adalah sudut yang ke empat, bagi yang sedang Thawaf dari sudut ini sampai ke sudut Hajar Aswad disunnahkan membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Rabbanaa Aatina Fiddunyaa Hasanah, Wafil Aakhirati Hasanah, Waqina Adzaaban Naar”. Artinya; ya Allah, berilah aku kehidupan yang baik di dunia, juga kehidupan yang baik di akhirat nanti, dan jauhkanlah aku dari siksa neraka.
Dalam salah satu riwayat, Nabi saw pernah bersabda, “setiap aku melewati Rukun Yamani tampak ada Malaikat yang mengucapkan kalimat aamiin… aamiin…, maka setiap melewatinya bacalah doa; Rabbanaa Aatina Fiddunyaa Hasanah, Wafil Aakhirati Hasanah, Waqina Adzaaban Naar”. Rukun yamani inipun dinyatakan salah satu tempat yang sangat baik untuk berdoa yaitu dengan cara meletakkan tangan kanan lalu minta kepada Allah SWT apa yang dimaksudkan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ada 70 malaikat yang memegang rukun Yamani. Barangsiapa berdoa, “Ya Allah, berilah aku ampunan dan kesehatan di dalam agama, dunia, dan akhirat. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah diri kami dari siksa api neraka’ maka 70 malaikat tersebut akan berkata, ‘Aamiin, kabulkanlah doanya’.” (HR. Ibnu Majah dalam Kitab Al Manasik).
1.5. Antara Shafa dan Marwa Antara bukit Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit yang terletak dekat dengan Ka’bah (Baitullah). Terdapat kisah kasih sayang Siti Hajar sebagai seorang ibu mondar-mandir hingga 7 kali pulang balik antara bukit Shafa dan Marwah itu untuk mencari air. Jarak antara bukit Shafa dan Marwah adalah kurang lebih 450 meter. Kisah ini diabadikan oleh Allah SWT menjadi salah satu dari rukun ibadah haji dan umrah menjadi ibadah sa’I (lari-lari kecil).
Diriwayatkan dari Jabir dari Abdullah bahwa Rasulullah saw pergi menuju Shafa hingga melihat Ka’bah, lalu mengucapkan kalimat tauhid, tahmid, dan takbir sebanyak tiga kali, kemudian berdoa sesuai dengan apa yang beliau kehendaki. (HR. An Nasa’i)
1.6. Telaga Air Zamzam Zam-zam dalam bahasa arab berarti air yang melimpah, sumur di bawah tanah yang terletak ± 20 meter sebelah Tenggara Ka’bah ini mengeluarkan air bersih dan jernih yang tiada henti, dan diamanatkan agar sewaktu meminum air Zam-zam harus niat. Sebelum minum air zam-zam kita menghadap ke Ka’bah bermunajat kepada Allah SWT sebagai berikut :
للّٰهُمَّ إِنِّيْ أْسْأَلُكَ عِلْمً نَافِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَآءً مِنْ كُلِّ دَآءٍ وَسَقَمٍ بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
“Allahumma innii as aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan waasi’an wasyifaa an min kulli daa in wasaqamin birahmatika yaa arhamarraahimiin.” Artinya : Ya Allah, aku mohon kepadaMu ilmu pengetahuan yang bermanfaat, rizki yang luas dan sembuh dari segala sakit dan penyakit pikun dengan rahmatMu ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (HR. Hakim).
Rasulullah saw bersabda: “Air Zamzam itu diminum mengikut apa yang diniatkan atau dikehendaki.” (Diriwayatkan dari Jabir, lbnu Abbas, lbnu Umar dan Muawiyah). Dalam suatu hadits, dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw bersabda: “Air Zam-zam bagi yang diniatkan ketika meminumnya, jika engkau minum dengan maksud agar sembuh dari penyakitmu maka Allah SWT akan menyembuhkannya. Jika engkau minum dengan maksud agar engkau merasa kenyang, maka Allah SWT akan mengenyangkan engkau. Jika engkau meminumnya agar hilang rasa hausmu maka Allah SWT akan menghilangkan dahagamu itu. (HR. Daruquthni, Ibnu Majah).
2. Masjidil Nabawi Masjid Nabawi merupakan masjid Nabi saw yang terletak di kota Madinah. Sebagaimana Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi memiliki keutamaan yaitu melipatgandakan ganjaran shalat bagi mereka yang shalat di dalamnya.
الْحَرَامَ الْمَسْجِدَ إِلَّا سِوَاهُ فِيمَا صَلَاةٍ أَلْفِ مِنْ أَفْضَلُ هَذَا مَسْجِدِي فِي صَلَاةٌ
"Shalat di masjidku ini (masjid Nabawi) lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjid Al-Haram” (HR. Muslim)
Orang yang mengerjakan shalat Arbain di Masjid Nabawi akan dicatat sebagai orang yang bebas dari neraka, siksa, dan kemunafikan (HR. Ahmad dan Ath Thabrani).
Dalam masjid Nabawi terdapat tempat bernama Raudhah atau taman surga. Ar Raudhah adalah ruang di antara Mimbar dan makam Rasulullah saw. Raudhah memiliki arti ‘taman’. Raudhah terletak di Madinah, tepatnya di dalam Masjid Nabawi. Raudhah merupakan sebuah area kecil yang terletak di antara mimbar imam Masjid Nabawi dengan makam Nabi Muhammad saw, Abu Bakar As siddiq, dan Umar bin Khatab. Tentang keutamaan Raudhah tergambar dalam hadits berikut. Rasulullah saw bersabda: “Tempat antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.” (HR.Muslim). Di dalam raudhah, muslim sebaiknya melaksanakan shalat sunnat sejumlah empat 4 rakaat kemudian berdoa. Untuk jemaat laki-laki, raudhah dibuka 24 jam sehingga melaksanakan shalat wajib berjamaah pun dapat dilakukan di sini. Sedangkan untuk jemaat perempuan hanya dibuka pada waktu-waktu tertentu (ba’da shalat subuh-pukul 11.00, ba’da dzuhur-masuk shalat ashar, ba’da isya-pukul 00.00).
Waktu-Waktu Mustajab Berdoa Mustajab
Waktu-Waktu Mustajab Berdoa
Mustajab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki makna dapat dengan mudah (lekas) menyembuhkan; manjur; mujarab. Doa mustajab memiliki arti bahwa doa tersebut diterima dan dikabulkan oleh Allah SWT. Doa mustajab harus memanfaatkan waktu-waktu yang utama atau waktu yang baik untuk berdoa.
Diantara waktu-waktu yang baik untuk berdoa adalah:
1. Hari Arafah Hari Arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah bertepatan dengan jamaah haji wukuf di padang arafah merupakan waktu yang baik untuk menyampaikan doa, sebagaimana tercantum dalam hadits nabi:
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
Dari ‘Aisyah r.a. “Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu Allah berbangga dengan mereka (menunjukkan keutamaan) kepada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim).
2. Sepertiga malam Sepertiga malam atau waktu sahur sampai berkumandang azan subuh merupakan waktu yang baik untuk berdoa Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
3. Waktu tertentu pada hari Jumat Dalam setiap minggu Allah SWT telah melebihkan hari Jum'at dari hari-hari lainnya, salah satu keutamaannya adalah Doa seorang muslim pada suatu waktu tertentu akan dikabulkan oleh Allah SWT
Dari Abu Hurairah r.a. "Sesungguhnya pada hari Jum'at terdapat suatu waktu tertentu, yang tidak bertepatan seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan padanya, beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Terdapat 2 waktu pendapat tentang waktu tersebut yaitu
[1] Pada saat shalat jumat, pada saat imam duduk sebentar di antara 2 kutbah;
[2] Pada saat selesai melakukan shalat ashar atau waktu menunggu shalat maghrib, berdasarkan hadis berikut:
Dari Jabir bin Abdullah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,
الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ
"Hari Jum'at terdiri dari dua belas jam. Tidak ada seorang muslim pun yang memohon sesuatu kepada Allah (pada suatu jam tertentu), melainkan Allah akan mengabulkannya. Maka carilah jam terkabulnya doa tersebut pada satu jam terakhir setelah shalat Ashar!" (HR. Abu Daud dan HR. Nasai).
4. Setiap Sujud dalam setiap waktu sholat Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim).
Namun Rasullullah Shallallahu melarang membaca al-quran, berdasarkan 2 hadis berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya aku dilarang untuk membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud.” (HR. Muslim).
Dari Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangku membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud.” (HR. Muslim).
Sehingga doa dalam rujukan Al-Qur’an dibolehkan membaca do’a dari Al Qur’an ketika sujud. Namun dengan niat membaca do’a bukan membaca Al Qur’an.
5. Antara azan hingga iqamah Dari Anas bin Malik r.a., bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ
“Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah” (HR. Abu Daud, HR. Tirmidzi, HR. Al-Baihaqi).
6. Tatkala berbuka puasa bagi orang yang berpuasa Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a., bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوم
“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pada saat berbuka ada doa yang tidak ditolak” (HR. Ibnu Majah, HR. Hakim).
7. Malam Lailatul Qadar Allah SWT berfirman yang artinya:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar“. (Al-Qadr : 3-5).
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai perbuatan memberi maaf, maka maafkanlah aku.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan An-Nasa`i dalam Al-Kubra).
8. Pada saat hujan Kita lihat dalam Sunnah, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sangat berharap banyak kebaikan pada hujan yang Allah turunkan. Beliu berdoa saat melihat hujan yang lebat
اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Ya Allah, -jadikan hujan ini- hujan yang membawa manfaat -kebaikan-.” (HR. Al-Buhari, dari hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha).
Dalam riwayat Muslim, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha,
“Dan apabila beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam melihat hujan, beliau membaca: RAHMAH (ini adalah rahmat).” (HR. Muslim).
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga pernah menyibakkan bajunya agar tubuh beliau terkena air hujan. Saat beliau ditanya tentangnya, beliau menjawab:
لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
“Karena sesungguhnya hujan ini baru saja Allah Ta’āla ciptakan.” (HR. Muslim).
Hal ini, sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi, karena hujan adalah rahmah. Baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala, maka beliau meminta berkah melaluinya. Caranya dengan membasahi sebagian badan beliau dengan air berkah ini.
9. Pada Waktu Bangun Tidur Pada Malam Hari Bagi Orang Yang Sebelum Tidur Dalam Keadaan Suci dan Berdzikir Kepada Allah Dari ‘Amr bin ‘Anbasah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . الْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ “Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun pada malam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya” (HR. Ibnu Majah).
Terbangun tanpa sengaja pada malam hari (An-Nihayah fi Gharibil Hadits 1/190) Yang dimaksud dengan “ta’ara minal lail” yaitu terbangun dari tidur pada malam hari.
1. Hari Arafah Hari Arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah bertepatan dengan jamaah haji wukuf di padang arafah merupakan waktu yang baik untuk menyampaikan doa, sebagaimana tercantum dalam hadits nabi:
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
Dari ‘Aisyah r.a. “Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu Allah berbangga dengan mereka (menunjukkan keutamaan) kepada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim).
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ َ
Dari ‘Amr bin Syu’aib r.a. dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah.” (HR. Tirmidzi). 2. Sepertiga malam Sepertiga malam atau waktu sahur sampai berkumandang azan subuh merupakan waktu yang baik untuk berdoa Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR. Muslim).Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ، مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Sesungguhnya Tuhan kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga akhir malam, lalu berfirman ; barangsiapa yang berdoa, maka Aku akan kabulkan, barangsiapa yang memohon, pasti Aku akan perkenankan dan barang siapa yang meminta ampun, pasti Aku akan mengampuninya.” (HR. Bukhari).3. Waktu tertentu pada hari Jumat Dalam setiap minggu Allah SWT telah melebihkan hari Jum'at dari hari-hari lainnya, salah satu keutamaannya adalah Doa seorang muslim pada suatu waktu tertentu akan dikabulkan oleh Allah SWT
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
Dari Abu Hurairah r.a. "Sesungguhnya pada hari Jum'at terdapat suatu waktu tertentu, yang tidak bertepatan seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan padanya, beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Terdapat 2 waktu pendapat tentang waktu tersebut yaitu
[1] Pada saat shalat jumat, pada saat imam duduk sebentar di antara 2 kutbah;
[2] Pada saat selesai melakukan shalat ashar atau waktu menunggu shalat maghrib, berdasarkan hadis berikut:
Dari Jabir bin Abdullah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,
الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ
"Hari Jum'at terdiri dari dua belas jam. Tidak ada seorang muslim pun yang memohon sesuatu kepada Allah (pada suatu jam tertentu), melainkan Allah akan mengabulkannya. Maka carilah jam terkabulnya doa tersebut pada satu jam terakhir setelah shalat Ashar!" (HR. Abu Daud dan HR. Nasai).
4. Setiap Sujud dalam setiap waktu sholat Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim).
Namun Rasullullah Shallallahu melarang membaca al-quran, berdasarkan 2 hadis berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya aku dilarang untuk membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud.” (HR. Muslim).
Dari Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangku membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud.” (HR. Muslim).
Sehingga doa dalam rujukan Al-Qur’an dibolehkan membaca do’a dari Al Qur’an ketika sujud. Namun dengan niat membaca do’a bukan membaca Al Qur’an.
5. Antara azan hingga iqamah Dari Anas bin Malik r.a., bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ
“Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah” (HR. Abu Daud, HR. Tirmidzi, HR. Al-Baihaqi).
6. Tatkala berbuka puasa bagi orang yang berpuasa Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a., bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوم
“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pada saat berbuka ada doa yang tidak ditolak” (HR. Ibnu Majah, HR. Hakim).
7. Malam Lailatul Qadar Allah SWT berfirman yang artinya:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar“. (Al-Qadr : 3-5).
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai perbuatan memberi maaf, maka maafkanlah aku.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan An-Nasa`i dalam Al-Kubra).
8. Pada saat hujan Kita lihat dalam Sunnah, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sangat berharap banyak kebaikan pada hujan yang Allah turunkan. Beliu berdoa saat melihat hujan yang lebat
اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Ya Allah, -jadikan hujan ini- hujan yang membawa manfaat -kebaikan-.” (HR. Al-Buhari, dari hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha).
Dalam riwayat Muslim, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha,
“Dan apabila beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam melihat hujan, beliau membaca: RAHMAH (ini adalah rahmat).” (HR. Muslim).
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga pernah menyibakkan bajunya agar tubuh beliau terkena air hujan. Saat beliau ditanya tentangnya, beliau menjawab:
لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
“Karena sesungguhnya hujan ini baru saja Allah Ta’āla ciptakan.” (HR. Muslim).
Hal ini, sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi, karena hujan adalah rahmah. Baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala, maka beliau meminta berkah melaluinya. Caranya dengan membasahi sebagian badan beliau dengan air berkah ini.
9. Pada Waktu Bangun Tidur Pada Malam Hari Bagi Orang Yang Sebelum Tidur Dalam Keadaan Suci dan Berdzikir Kepada Allah Dari ‘Amr bin ‘Anbasah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . الْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ “Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun pada malam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya” (HR. Ibnu Majah).
Terbangun tanpa sengaja pada malam hari (An-Nihayah fi Gharibil Hadits 1/190) Yang dimaksud dengan “ta’ara minal lail” yaitu terbangun dari tidur pada malam hari.
Subscribe to:
Posts (Atom)